KERAGAMAN SUKU BANGSA DI INDONESIA
Wednesday, 29. August 2007, 13:33:35
Orang-orang Indonesia berasal dari berbagai suku bangsa, termasuk Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Batak, Minangkabau, Bali, dan Bugis. Suku Jawa adalah yang terbesar di Indonesia, dan mereka kurang lebih merupakan 45% dari seluruh populasi. Mereka berasal dari bagian tengah tengah dan timur Pulau Jawa. Suku Sunda adalah suku terbesar kedua , dan mereka merupakan 14% dari seluruh populasi. Mereka pada awalnya mendiami bagian barat Pulau Jawa. Suku terbesar ketiga adalah suku Madura, yang merupakan 7,5% dari seluruh populasi. Mereka pada awalnya mendiami Pulau Madura, bagian timur Pulau Jawa dan Kepulauan Kangean. Suku bangsa terbesar keempat adalah suku Minangkabau, yang merupakan 3% dari seluruh populasi dan merupakan pendiam dari propinsi Sumatera Barat. Minangkabau sangat terkenal di kalangan antropolog sebagai penganut sistem matrilineal terbesar di dunia.Meskipun etnis tionghoa mewakili sebagian kecil dari total populasi (lebih kecil dari 3%), mereka merupakan kekuatan utama dari ekonomi, mengoperasikan segalanya mulai dari toko-toko kecil hingga bank-bank besar dan industri-industri di Indonesia. Sebagian besar dari etnis tionghoa di Indonesia memiliki leluhur yang berasal dari selatan Cina dan berasal dari ras Hakka, Hokkien, atau Kanton. Etnis tionghoa di Indonesia biasanya terbagi menjadi 2 kelompok utama: (i) Cina peranakan, yang biasanya memiliki latar belakang Cina dan Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utamanya, dan yang biasanya mengadopsi adat istiadat Indonesia; dan (ii) Cina totok, yang dianggap sebagai Cina murni, yang biasanya merupakan pendatang generasi pertama atau kedua, dan memegang kebudayaan Cina dengan teguh.
Secara geografis posisi Indonesia berada di garis khatulistiwa. Negara ini yang juga disebut Nusantara terdiri dari rangkaian pulau-pulau yang berjumlah kurang lebih 13 500.
Di Indonesia juga terdapat beragam budaya yang setiap daerah berbeda ciri khas dan bahasanya. Ada sekitar 140 suku di Indonesia dengan lebih dari 250 bahasa daerah. Sungguh suatu negara yang kaya khasana budaya. Jawa terkenal dengan wayang dan candi-candi yang berasal dari masa kerajaan Hindu-Buddha. Pulau Bali memiliki pesona alam yang menakjubkan dan tari-tariannya yang indah serta keseniannya yang mengagumkan. Di pulau Kalimantan tinggal suku Dayak yang mempunyai pola hidup yang masih asli. Mereka tinggal di dalam rimba Kalimantan dan mempunyai komunitas suku dengan ciri khasnya, yaitu rumah betang yang sangat panjang dan biasanya dihuni oleh puluhan keluarga. Upacara penguburan di Sulawesi hampir mirip dengan upacara suku-suku di pulau Sumba. Pada upacara tersebut puluhan ekor hewan disembelih. Suku Manggarai yang berasal dari daerah pegunungan Flores menenun kain yang berwarna-warni. Itu hanya sebagian kecil dari keistimewaan kebudayaan Indonesia.
Selain itu, penduduk Indonesia menganut kepercayaan yang beragam juga. Mayoritas orang Indonesia memeluk agama Islam tetapi masih ada yang menganut agama dan kepercayaan Hindu, Buddha, Kristen dan animisme. Perlu dikatakan bahwa agama Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di negara asalnya karena sudah akulturasi dengan budaya lokal.
Setelah hampir 350 tahun dijajah oleh Belanda dan tiga tahun oleh pasukan Nippon, Soekarno-Hatta dengan dukungan pemuda-pemuda revolusioner memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, dan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan.
Sebetulnya Malaysia dan Indonesia, khususnya suku Melayu (yang berada di Sumatera dan sebagian Kalimantan) itu sedarah. Berasal dari turunan yang sama. Warna kulit sama, muka sama, bahasa, agama dan budaya pun sama.
Bahkan suku Melayu di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia justru lebih mirip bentuk tubuh/wajah, agama, bahasa dan budayanya ketimbang suku Melayu dengan suku Ambon dan Papua.
Coba bandingkan, apa bedanya wajah Siti Nurhaliza orang Malaysia itu dengan gadis dari suku Melayu di Indonesia atau dengan suku Sunda, Jawa, dan sebagainya? Nyaris tak ada bedanya.
Sebaliknya bandingkan orang dari Ambon atau Papua, misalnya Rully Nere dengan orang Indonesia dari suku Melayu, Sunda, atau Jawa. Niscaya kita bisa membedakannya meski sama-sama satu negara.
Hanya karena penjajahanlah maka suku Melayu ini terpisah. Malaysia (dari kata Melayu) yang dijajah Inggris menjadi negara Malaysia, sementara Indonesia dari berbagai suku (termasuk Ambon dan Papua) yang dijajah Belanda jadi negara Indonesia
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan Majapahit, Malaysia dan Indonesia itu satu negara: Negara Sriwijaya dan Negara Majapahit. Silahkan cek http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sriwijaya
Jadi kalau ada kesamaan bahasa, agama, dan budaya bukan karena Malaysia membajak budaya kita. Tapi mereka sama2 suku Melayu seperti saudara2 kita di Sumatera dan sebagian Kalimantan.
Kalau ada penertiban Illegal Migrant (pekerja illegal) di Malaysia, di Jakarta pun nanti akan ada operasi Yustisi untuk menertibkan pendatang illegal. Padahal masih sama2 satu negara. Kasus penertiban illegal migrant ini sering jadi faktor keributan antara Indonesia dan Malaysia.
Kita juga harus mewaspadai kelompok tertentu yang ingin agar bangsa Indonesia dengan Malaysia saling bunuh dan berperang dengan cara mengadu domba.
Suku Bali adalah sukubangsa yang mendiami pulau Bali, menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, berjumlah lebih kurang 93%. Selebihnya beragama Buddha, Islam dan Kristian.
Masyarakat suku Bali berjumlah lebih kurang 4.5 juta orang. Sebahagian besar mereka tinggal di pulau Bali, namun ada juga yang tersebar di seluruh pelusuk Indonesia.
Suku Batak
Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Batak |
---|
Populasi |
4.9 juta |
Tumpuan Suku |
Sumatra Utara, Indonesia |
Bahasa |
Bahasa-bahasa Batak (Alas-Kluet, Angkola, Dairi, Karo, Mandailing, Simalungun, Toba), Indonesia dan Melayu |
Agama |
Kristian, Islam, Parmalim, Hindu |
Kelompok Etnik Terdekat |
Melayu |
Batak adalah sebuah istilah kolektif yang digunakan untuk mengenal pasti sebilangan kumpulan etnik yang terdapat di kawasan tanah tinggi di Sumatra Utara, Indonesia. Kawasan pedalaman mereka terletak di sebelah barat Medan dan berpusat di Danau Toba. Sebenarnya orang "Batak" terdiri daripada beberapa kumpulan etnik yang berbeza tetapi mempunyai bahasa, budaya dan adat yang agak serupa. Walaupun istilah "Batak" digunakan untuk orang-orang Toba, Karo, Pak Pak, Simalungun, Angkola dan Mandailing, ada di kalangan mereka yang tidak suka dikenali sebagai orang Batak.
Sebelum mereka dijajah oleh Hindia Timur Belanda, suku Batak mempunyai reputasi sebagai pahlawan-pahlawan yang garang yang kadangkala mengamalkan kanibalisme. Dengan ketibaan penjajah Belanda, ramai di antara mereka telah memeluk agama Kristian. Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) merupakan sebuah gereja dengan penganut paling ramai di Indonesia.
Masyarakat Batak adalah bersifat kebapaan. Hasil kraf tangan Batak yang terkenal termasuk hasil tenunan, ukiran kayu dan terutama sekali, ukiran batu-batu nisan. Upacara pengkebumian mereka sangat kaya dan kompleks. Contohnya, mereka mempunyai sebuah majlis di mana tulang-tulang nenek moyang mereka digali dan dikebumikan semula beberapa tahun setelah kematian dalam sebuah upacara yang dipanggil mangungkal holi.
Kebanyakan orang Batak kini adalah penganut agama Kristian dengan sebuah golongan minoriti Islam. Ajaran Kristian yang diikuti mereka adalah dari fahaman Lutheran yang diperkenalkan oleh mubaligh-mubaligh Jerman pada abad ke-19. Seorang pendakwah Jerman terkenal ialah Ludwig Ingwer Nommensen.
Orang Batak bertutur dalam pelbagai bahasa yang berkait rapat, kesemuanya ahli keluarga bahasa Austronesia.
Suku Jawa
Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Suku Jawa |
---|
Jumlah penduduk |
2004: kira-kira lebih 90 juta |
Kawasan dengan jumlah penduduk yang besar |
Indonesia:
Luar Indonesia: Malaysia: 1 - 2 juta |
Bahasa |
Bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Belanda, bahasa Perancis dan lain-lain |
Agama |
Kejawen, Islam, Kristian, Hindu, dan agama Buddha |
Kelompok etnik terdekat |
Suku Sunda, suku Madura, suku Bali |
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa Barat, Banten dan tentu sahaja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.
Senarai kandungan[tutup] |
[sunting] Bahasa
Sebahagian besar suku bangsa Jawa menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa percakapan harian. Sebuah tinjauan pendapat yang dijalankan oleh Majalah Tempo pada awal dekad 1990-an menunjukkan bahawa hanya sekitar 12% daripada orang-orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertuturan harian. Sekitar 18% menggunakan campuran bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, dengan yang lain menuturkan bahasa Jawa sebagai bahasa utama mereka.
Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahawa bahasa Jawa adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang yang lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka. Bahasa Jawa juga sangat mempunyai erti yang luas.
[sunting] Kepercayaan
Sebahagian besar orang Jawa menganuti agama Islam pada nama sahaja. Yang menganuti agama Kristian, Protestan dan Katolik juga banyak, termasuknya di kawasan luar bandar, dengan penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan di kalangan masyarakat Jawa. Terdapat juga agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini pada dasarnya berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh agama Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal kerana sifat asimilasi kepercayaannya, dengan semua budaya luar diserap dan ditafsirkan mengikut nilai-nilai Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadang kalanya menjadi kabur.
[sunting] Pekerjaan
Di Indonesia, orang Jawa biasanya ditemukan dalam semua bidang, khususnya dalam perkhidmatan awam dan tentera. Secara tradisi, kebanyakan orang Jawa adalah petani. Ini adalah sebabkan oleh tanah gunung berapi yang subur di Jawa. Walaupun terdapat juga banyak usahawan Indonesia yang berjaya yang berasal daripada suku Jawa orang Jawa tidak begitu menonjol dalam bidang perniagaan dan perindustrian.
[sunting] Susun lapis sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal kerana pembahagian golongan sosialnya. Pada dekad 1960-an, Clifford Geertz, pakar antropologi Amerika Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa kepada tiga buah kelompok:
Menurut beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak, manakala kaum abangan adalah penganut Islam pada nama sahaja atau penganut Kejawen, dengan kaum priyayi merupakan kaum bangsawan. Tetapi kesimpulan Geertz ini banyak ditentang kerana ia mencampurkan golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Pengelasan sosialnya juga dicemari oleh penggolongan kaum-kaum lain, misalnya orang-orang Indonesia yang lain serta juga suku-suku bangsa bukan pribumi seperti keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India.
[sunting] Kesenian
Orang Jawa terkenal kerana kebudayaan seni yang sebahagian besarnya dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, iaitu pementasan wayang. Repertoir cerita wayang atau lakonan sebahagian besarnya berdasarkan roman kesateriaan Ramayana dan Mahabharata. Walaupun demikian, terdapat juga pengaruh Islam serta Dunia Barat.
[sunting] Stereotaip orang Jawa
Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus, tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan tidak mahu terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam sahaja dan tidak membantah apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang buruk daripada kecenderungan ini adalah bahawa mereka biasanya dengan mudah menyimpan dendam.
Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeza-bezakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial. Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feudalisme yang berasal daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.
[sunting] Tokoh-tokoh Jawa
- Abdurrahman Wahid, bekas Presiden Republik Indonesia
- RA. Kartini, pahlawan negara
- Michelle Branch, penyanyi antarabangsa berketurunan Jawa
- Suharto, bekas Presiden Republik Indonesia
- Sukarno, pengasas negara serta bekas Presiden Republik Indonesia
- Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia
- Megawati Soekarno Poetri, bekas Presiden Republik Indonesia dan sekaligus presiden wanita pertama di indonesia
Lihat juga
Suku Madura
Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Suku Madura |
---|
Jumlah penduduk |
2004: Lebih kurang 10 juta |
Kawasan dengan jumlah penduduk yang besar |
Madura: 4 juta Jawa Timur daratan: 4 juta |
Bahasa |
Bahasa Madura, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia. |
Agama |
Sebahagian besar Islam, dan sebahagian minoriti yang beragama Kristian |
Kelompok etnik terdekat |
Suku Jawa dan suku Melayu |
Suku Madura di Indonesia jumlahnya kira-kira 10 juta orang. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, umpamanya Gili Raja, Pulau Sapudi, Pulau Raas, dan Kangean. Selain itu, mereka juga tinggal di bahagian timur Jawa Timur, dari Pasuruan hingga ke Banyuwangi utara, serta di provinsi-provinsi lain seperti Sampit dan Sambas di Kalimantan. Orang Madura di Situbondo serta Bondowoso dan Probolinggo timur jumlahnya paling banyak, dan jarang berbahasa Jawa.
Orang Madura umumnya adalah orang yang suka merantau kerana keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Mereka suka berdagang dan merupakan golongan dominan di pasar-pasar. Selain itu, banyak juga yang bekerja sebagai nelayan, buruh, serta pengumpul besi terpakai dan rongsokan, antara lain.
Suku Madura terkenal kerana gaya perbualan mereka yang terus terang serta sifat yang keras dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga dikenali kerana berjimat cermat, berdisiplin, dan rajin bekerja. Orang Madura, walaupun jika miskin, pasti menguntukkan sedikit wang supaya dapat naik haji. Selain itu, mereka dikenali mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kekadang melakukan upacara amal Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan Larung Sesaji).
Bangga kendiri juga amat penting dalam kehidupan orang Madura. Mereka mempunyai sepatah peribahasa "Lebbi Bagus Pote Tollang, atembang Pote Mata" yang membawa pengertian "lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata)". Tradisi pertarungan carok juga berasal daripada sifat itu.
Lihat juga
Suku Asmat
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat. Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak Asmat sedang bersekolah.
Sungai dan Kehidupan Suku Asmat Minggu, 05 November 2006 - 05:03 AM Agats, Rawa dan sungai adalah kehidupan pesisir di Papua. Sungai yang bermuara ke Laut Arafura ibarat darah bagi penduduk di pedalaman, salah satunya Suku Asmat yang tinggal di Kampung Syuru, Distrik Agats, Kabupaten Asmat. Mereka sangat tergantung dengan Sungai Asewetsj. Sungai Asewetsj adalah kehidupan bagi mereka. Saban hari, laki-laki dan perempuan dengan perkasa tegap berdiri di atas perahu lesung mengayunkan dayung, menyisir sungai untuk menangkap ikan. Ada pula yang memanfaatkan air pasang untuk pergi ke bivak (semacam kebun di dekat hutan sagu), atau mencari air di dusun tengah hutan. Kehidupan di Kampung Syuru memang tampak keras. Tapi mereka hidup sederhana, tak serakah dan bersahabat dengan alam. Salah satu tetua adat Syuru, Felix Owom, meyakini Syuru sebagai dusun tertua atau tempat asal-muasal orang Asmat. Dari sana kemudian orang Asmat menyebar ke berbagai daerah. Banyak cerita, salah satunya, konon, Fumeripits yang dikenal sebagai manusia pertama terdampar di Syuru ketika perahunya terbalik disapu badai. Fumeripits yang tampan lalu dihidupkan oleh burung elang. Lama-kelamaan Fumeripits kesepian tanpa teman. Dia kemudian membuat patung dari kayu pohon berwujud perempuan dan sebuah tifa. Sambil menari, tifa dipukul kencang-kencang. Tiba-tiba patung perempuan itu ikut menari. Juga patung-patung lain yang dibuatnya. Barangkali itu sebabnya sebagian orang meyakini konon Asmat berasal dari sebutan asmat-ow yang berarti "kami manusia sejati" atau as-asmat, yakni "kami manusia pohon". Falsafah manusia sejati kemudian mereka wujudkan dalam kehidupan yang dekat serta menghargai alam. Mereka tak macam-macam. Saat musim kering berkepanjangan, setiap keluarga di sana hanya sibuk membuat perahu dari kayu Ci. Pembuatan perahu rata-rata membutuhkan waktu lebih dari sebulan dan setiap keluarga bisa membuat lebih dari dua perahu. Selain sederhana, mereka pun sangat menghargai kebudayaan yang sudah turun temurun. Salah satunya adalah ritual menyambut panglima besar Suku Asmat yang juga Bupati Kabupaten Asmat. Upacara penyambutan biasanya dilakukan di tengah sungai. Kala itu, mereka mendapat kabar sang panglima sudah sampai di Kampung Ewer, tetangga kampung terdekat dengan Kampung Syuru. Mereka pun segera menaiki sampan untuk menyambutnya di tengah Sungai Aswet yang melintasi Kampung Ewer. Suku Asmat memang terpisah menjadi tujuh distrik dengan jumlah populasi sekitar 80 ribu jiwa. Setiap distrik dipisahkan oleh rawa dan sungai. Namun mereka biasa berkumpul dalam sebuah rumah besar sebelum acara penyambutan. Bentuk fisik arsitektur Suku Asmat digolongkan dalam dua tipe, yaitu Jew (rumah bujang) dan Tsjewi (rumah tempat tinggal keluarga batih). Jew memiliki tempat yang istimewa dalam kehidupan masyarakat Asmat. Mereka berdandan layaknya prajurit yang siap melindungi keselamatan suku mereka. Mereka akan bergegas menuju perahu kala mendengar sang pemimpin sudah tiba. Sambil menyusuri Sungai Aswet, mereka berteriak ke penjuru desa sambil membentuk formasi perahu lesung yang masing-masing bisa berbobot empat kuintal dengan panjang hingga dua meter. Formasi adalah bentuk tarian perang yang kini menjadi ritual penting dalam menyambut tamu. Selain budaya, penduduk Kampung Syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti Suku Asmat umumnya. Ukiran bagi Suku Asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. Di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran Suku Asmat. Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. Bagi Suku Asmat kala mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Asmat ow Capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow Capinmi (alam persinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga). Mereka percaya sebelum memasuki dunia surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta Patung Bis (Bispokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat sagu. Konon patung Bis adalah bentuk patung yang paling sakral. Namun kini membuat patung bagi Suku Asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi. Sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat Pesta Ukiran. Mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp 100 ribu hingga jutaan rupiah di luar Papua. Namun penghargaan terhadap leluhur tidak hanya dalam bentuk ukiran patung. Suku Asmat juga mempersembahkan tarian yang mereka sebut jew bu atsj. Tarian menceritakan asal usul nenek moyang mereka. Selain itu, mereka juga sering menarikan tari pirang, tari bakar batu dan tari jos panpacar dengan iringan alat musik tradisional yang disebut tifa.(ICH/Tim Potret) (sumber: liputan6) Keadaan Sosial Budaya Sudah sejak lama ujung barat laut Irian dan seluruh pantai utara penduduknya dipengaruhi oleh penduduk dari kepulauan Maluku (Ambon, Ternate, Tidore, Seram dan Key), maka adalah tidak mengherankan apabila suku-suku bangsa disepanjang pesisir pantai (Fak-Fak, Sorong, Manokwari dan Teluk Cenderawasih) lebih pantas digolongkan sebagai Ras Melanesia dari pada Ras Papua. Zending atau misi kristen protestan dari Jerman (Ottow & Geissler) tiba di pulau Mansinam Manokwari 5 Februari 1855 untuk selanjutnya menyebarkan ajaran agama disepanjang pesisir pantai utara Irian. Pada tanggal 5 Februari 1935, tercatat lebih dari 50.000 orang menganut agama kristen protestan. Kemudian pada tahun 1898 pemerintah Hindia Belanda membuka Pos Pemerintahan pertama di Fak-Fak dan Manokwari dan dilanjutkan dengan membuka pos pemerintah di Merauke pada tahun 1902. Dari Merauke aktivitas keagamaan misi katholik dimulai dan pada umumnya disepanjang pantai selatan Irian. Pada tahun 1933 tercatat sebanyak 7.100 orang pemeluk agama katholik. Pendidikan dasar sebagian besar diselenggarakan oleh kedua misi keagamaan tersebut, dimana guru sekolah dan guru agama umumnya berasal dari Indonesia Timur (Ambon, Ternate, Tidore, Seram, Key, Manado, Sanger-Talaud, dan Timor), dimana pelajaran diberikan dalam bahasa Melayu. Pembagian kedua kelompok agama tersebut kelihatannya identik dengan keadaan di Negeri Belanda dimana Kristen Protestan di Utara dan Kristen Katholik di Selatan. Pendidikan mendapat jatah yang cukup besar dalam anggaran pemerintah Belanda, pada tahun-tahun terakhir masa penjajahan, anggaran pendidikan ini mencapai 11% dari seluruh pengeluaran tahun 1961. Akan tetapi pendidikan tidak disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja disektor perekonomian modern, dan yang lebih diutamakan adalah nilai-nilai Belanda dan agama Kristen. Pada akhir tahun 1961 rencana pendidikan diarahkan kepada usaha peningkatan keterampilan, tetapi lebih diutamakan pendidikan untuk kemajuan rohani dan kemasyarakatan. Walaupun bahasa "Melayu" dijadikan sebagai bahasa "Franca" (Lingua Franca), bahasa Belanda tetap diajarkan sebagai bahasa wajib mulai dari sekolah dasar, bahasa-bahasa Inggris, Jerman dan Perancis merupakan bahasa kedua yang mulai diajarkan di sekolah lanjutan. Pada tahun 1950-an pendidikan dasar terus dilakukan oleh kedua misi keagamaan tersebut. Tercatat bahwa pada tahun 1961 terdapat 496 sekolah misi tanpa subsidi dengan kurang lebih 20.000 murid. Sekolah Dasar yang bersubsidi sebanyak 776 dengan jumlah murid pada tahun 1961 sebanyak kurang lebih 45.000 murid, dan seluruhnya ditangani oleh misi, dan pelajaran agama merupakan mata pelajaran wajib dalam hal ini. Pada tahun 1961 tercatat 1.000 murid belajar di sekolah menengah pertama, 95 orang Irian Belajar diluar negeri yaitu Belanda, Port Moresby, dan Australia dimana ada yang masuk Perguruan Tinggi serta ada yang masuk Sekolah Pertanian maupun Sekolah Perawat Kesehatan (misalnya pada Nederland Nasional Institut for Tropica Agriculture dan Papua Medical College di Port Moresby). Walaupun Belanda harus mengeluarkan anggaran yang besar untuk menbangun Irian Barat, namun hubungan antara kota dan desa atau kampung tetap terbatas. Hubungan laut dan luar negeri dilakukan oleh perusahaan Koninklijk Paketvaart Maatschappij (KPM) yang menghubungkan kota-kota Hollandia, Biak, Manokwari, Sorong, Fak-Fak, dan Merauke, Singapura, Negeri Belanda. Selain itu ada kapal-kapal kecil milik pemerintah untuk keperluan tugas pemerintahan. Belanda juga membuka 17 kantor POS dan telekomunikasi yang melayani antar kota. Terdapat sebuah telepon radio yang dapat menghubungi Hollandia-Amsterdam melalui Biak, juga ditiap kota terdapat telepon. Terdapat perusahaan penerbangan Nederland Nieuw Guinea Luchvaart Maatschappij (NNGLM) yang menyelenggarakan penerbangan-penerbangan secara teratur antara Hollandia, Biak, Manokwari, Sorong, Merauke, dan Jayawijaya dengan pesawat DC-3, kemudian disusul oleh perusahaan penerbangan Kroonduif dan Koniklijk Luchvaart Maatschappij (KLM) untuk penerbangan luar negeri dari Biak. Sudah sejak tahun 1950 lapangan terbang Biak menjadi lapangan Internasional. Selain penerbangan tersebut, masih terdapat juga penerbangan yang diselenggarakan oleh misi protestan yang bernama Mission Aviation Fellowship (MAF) dan penerbangan yang diselenggarakan oleh misi Katholik yang bernama Associated Mission Aviation (AMA) yang melayani penerbangan ke pos-pos penginjilan di daerah pedalaman. Jalan-jalan terdapat disekitar kota besar yaitu di Hollandia 140 Km, Biak 135 Km, Manokwari 105 Km, Sorong 120 Km, Fak-Fak 5 Km, dan Merauke 70 Km. Mengenai kebudayaan penduduk atau kultur masyarakat di Irian Barat dapat dikatakan beraneka ragam, beberapa suku mempunyai kebudayaan yang cukup tinggi dan mengagumkan yaitu suku-suku di Pantai Selatan Irian yang kini lebih dikenal dengan suku "ASMAT" kelompok suku ini terkenal karena memiliki kehebatan dari segi ukir dan tari. Budaya penduduk Irian yang beraneka ragam itu dapat ditandai oleh jumlah bahasa lokal khususnya di Irian Barat. Berdasarkan hasil penelitian dari suami-isteri Barr dari Summer Institute of Linguistics (SIL) pada tahun 1978 ada 224 bahasa lokal di Irian Barat, dimana jumlah itu akan terus meningkat mengingat penelitian ini masih terus dilakukan. Bahasa di Irian Barat digolongkan kedalam kelompok bahasa Melanesia dan diklasifikasikan dalam 31 kelompok bahasa yaitu: Secara tradisional, tipe pemukiman masyarakat Irian Barat dapat dibagi kedalam 4 kelompok dimana setiap tipe mempunyai corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya tersendiri.
Dalam berbagai kebudayaan dari penduduk Irian ada suatu gerakan kebatinan yang dengan suatu istilah populer sering disebut cargo cults. Ada suatu peristiwa gerakan cargo yang paling tua di Irian Jaya pada tahun 1861 dan terjadi di Biak yang bernama "KORERI". Peristiwa atau gerakan cargo terakhir itu pada tahun 1959 sampai tahun 1962 di Gakokebo-Enarotali (kabupaten Paniai) yang disebut " WERE/WEGE" sebagaimana telah dikemukakan bahwa gerakan ini yang semula bermotif politik. Pada waktu Belanda meniggalkan Irian Barat, posisi-posisi baik dibidang pemerintahan, pembangunan (dinas-jawatan) baik sebagai pimpinan maupun pimpinan menengah diserahterimakan kepada putra daerah (orang Papua/Irian Barat) sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Juga seluruh rumah dan harta termasuk gedung dan tanah milik orang Belanda itu diserahkan kepada kenalan mereka orang Papua (pembantu dan teman sekerja) untuk dimiliki, karena mereka tidak bisa menjualnya dan juga tidak ada pembeli pada masa itu. Belanda juga meninggalkan ekses konflik antara suku-suku besar sebagai akibat dari aktivitas politik yaitu pertentangan antara "Elite Pro-Papua" dan "Elite Pro-Indonesia" yang ditandai dengan pertentangan antara "Suku Biak lawan Suku Serui, Suku tanah Merah-Jayapura lawan Suku Serui", sekalipun dalam hal ini tidak semua orang Biak itu pro-Papua, tidak semua orang Serui itu pro-Indonesia dan tidak semua orang Tanah Merah-Jayapura itu pro-Papua dan pro-Indonesia. Berdasarkan pengalaman Belanda di Indonesia atau Hindia-Belanda dalam kemerdekaan tahun 1945, maka Belanda didalam menjajah Irian Barat sangat hati-hati sekali dalam meningkatkan kehidupan Masyarakat di berbagai bidang, dan Belanda sengaja memperlambat perkembangan di Irian Barat/Nieuw Guinea sesuai dengan permintahaan dan kebutuhan orang-orang Irian Barat. Katakanlah bahwa ini suatu bentuk "Etis-Politik Gaya Baru". Termasuk didalamnya usaha untuk membentuk "Nasionalisme Papua". Cara Belanda yang demikian itu menyebabkan orang-orang Irian Jaya tidak merasa bahwa mereka sedang dijajah sebab mereka hidup dalam suatu keadaan perekonomian yang baik dan tidak merasakan adanya penderitaan dan tekanan dari Belanda. Keadaan Pemerintahan | Keadaan Politik | Keadaan Sosial Budaya Email : kliwon_alexander@yahoo.co.id |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar